Semakin menipisnya cadangan sumber energi di alam, berdampak pada meningkatnya seluruh harga komoditas energi. Yang secara langsung juga berdampak pada meningkatnya kebutuhan energi dalam rumah tangga kita. Mau tidak mau kita harus melakukan penghematan untuk memperkecil pengeluaran kebutuhan energi rumah tangga. Dan yang terpenting adalah terhindar dari krisis energi sebagaimana dikhawatirkan oleh masyarakat dunia dewasa ini.
Ilustrasi: Rumah Turi Solo
Krisis energi yang melanda dunia termasuk Indonesia membutuhkan upaya penghematan energi di semua sektor. Sektor bangunan gedung berperan besar dalam mengkonsumsi listrik untuk keperluan penerangan, pengkondisian ruang maupun operasional peralatan. Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan untuk memastikan lingkungan yang lebih aman, nyaman dan sehat selama beberapa tahun yang akan datang, kecuali memulainya dari dalam rumah. Meskipun membawa dampak positif, akan tetapi banyak yang bingung bagaimana membangun rumah hemat energi yang sesuai dengan iklim di Indonesia. Untuk mewujudkan keinginan tersebut setidaknya ada 7 faktor yang harus Anda penuhi di dalam membangun rumah hemat energi sebagai berikut:
1. Arah hadap bangunan
Sebagaimana kita ketahui, di Indonesia arah timur dan barat adalah yang terbanyak mendapat sinar matahari. Dari sinar matahari yang dibutuhkan adalah terangnya dan menghindari efek panas serta silau akibat radiasi matahari. Maka dengan menempatkan sisi-sisi samping bangunan yang biasanya mempunyai sedikit bukaan pada arah Timur dan Barat dapat mengurangi intensitas panas mengenai muka bangunan. Dengan demikian, menghadapkan muka bangunan ke arah Utara atau Selatan akan memberikan kenyamanan yang lebih dibandingkan muka bangunan yang menghadap ke Timur atau ke Barat.
Selain untuk menciptakan pencahayaan alami yang baik pada rumah, penentuan arah hadap bangunan juga untuk menciptakan penghawaan alami yang baik di dalam rumah. Dengan cara memposisi bangunan rumah melintang terhadap aliran angin. Bahkah dari hasil penelitian yang dilakukan, posisi bangunan yang melintang terhadap arah angin primer lebih dibutuhkan dari pada perlindungan terhadap radiasi matahari sebab panas radiasi dapat dihalau oleh angin yang berhembus.
2. Denah bangunan dan volume ruangan
Bentuk denah bangunan dengan tanpa banyak sekat selain memberi kesan visual lapang, juga memperbesar volume ruang sehingga memperlambat proses pemanasan udara dalam ruangan. Dengan demikian memperbesar volume ruangan dapat membantu mengusahakan kesejukan. Selain dengan meminimalkan sekat dalam ruangan, volume ruang juga dapat diperbesar dengan meninggikan plafond.
3. Jendela dan ventilasi
Jendela dan ventilasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah bangunan, khususnya terkait dengan pencahayaan dan penghawaan alami. Untuk bangunan di daerah tropis seperti Indonesia, keberadaan jendela baik dari segi ukuran, jumlah dan penempatan harus direncanakan dengan baik. Luas jendela sebaiknya berkisar antara 15-20% dari luas lantai ruangan.
Untuk meningkatkan kualitas penerangan alami siang hari di dalam ruangan, sebaiknya ruangan menerima cahaya lebih dari satu arah, misalnya dengan memasukkan cahaya dari atas dengan membuat skylight atau lubang bukaan cahaya pada bagian atap maupun dinding bagian atas. Pemakaian glassblock dan kaca patri serta membuat area void dari lantai 2 dan lantai 1 dengan bukaan jendela yang cukup besar dapat membuat lantai dasar lebih terang. Cara lain adalah dengan mengatur arah jatuh sinar matahari pada bangunan menggunakan metode refleksi. Sedangkan agar udara dapat mengalir alami maka letak jendela dan ventilasi ditempatkan pada dinding yang bersebrangan (posisi silang). Perbedaan tekanan di dalam dan di luar bangunan akan membantu pergerakan udara segar ke dalam bangunan.
4. Pelindung matahari
Apabila posisi bangunan pada arah Timur dan Barat tidak dapat dihindari, maka pandangan bebas melalui jendela pada sisi ini harus dihindari karena radiasi panas yang langsung masuk ke dalam bangunan (melalui bukaan/kaca) akan memanaskan ruang dan menaikkan suhu/temperatur udara dalam ruang. Di samping itu efek silau yang muncul pada saat sudut matahari rendah juga sangat mengganggu.
Efektifitas pelindung matahari dinilai dengan angka shading coefficient (S.C) yang menunjukkan besar energi matahari yang ditransmisikan ke dalam bangunan. Di samping jenis pelindung yang digunakan, material serta warna yang digunakan, juga berperan dalam menentukan angka shading coefficient (S.C).
5. Material selubung bangunan
Menggunakan bahan-bahan yang mempunyai nilai hambatan hantaran panas yang cukup besar dan mempunyai kemampuan memantulkan panas yang baik akan sangat membantu mengurangi penggunaan alat pendingin ruang (AC) di siang hari, contohnya: menggunakan bahan penutup atap dari bahan tanah atau keramik. Terlebih bila ditambah dengan memasang lembaran aluminium foil di bawah penutup atap. Selain itu, menggunakan jenis material yang tepat untuk dinding dapat membantu mengurangi beban penggunaan energi pada bangunan. Sebagai contoh, dari hasil penelitian yag dilakukan oleh para ahli, ternyata dinding bata merah lebih efisien energi daripada dinding batako.
6. Vegetasi
Di samping elemen arsitektur, elemen lansekap seperti pohon dan vegetasi juga dapat digunakan sebagai pelindung terhadap radiasi matahari. Keberadaan pohon secara langsung/tidak langsung akan menurunkan suhu udara di sekitarnya, karena radiasi matahari akan diserap oleh daun untuk proses fotosintesa dan penguapan. Efek bayangan oleh vegetasi akan menghalangi pemanasan permukaan bangunan dan tanah di bawahnya.
7. Konfigurasi massa bangunan
Tatanan lingkungan yang teratur dengan jarak antar bangunan yang cukup akan memberikan kesempatan angin untuk dapat bersirkulasi dengan baik. Skala bangunan dan proporsi ruang terbuka harus memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien dasar hijau (KDH) yang berkisar 40-70 persen ruang terbangun berbanding 30-60 persen ruang terbuka hijau.
0 Response to "Membangun Rumah Hemat Energi Sesuai Iklim di Indonesia"
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda disini.